
PENERAPAN TAKSONOMI BLOOM PADA KEMAMPUAN MEMBACA SISWA DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
MAKALAH
Oleh
:
Rena Perwitasari (140210402033)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita
sehingga berhasil menyelesaikan makalah
ini yang berjudul, “Penerapan Taksonomi Bloom Pada Kemampuan Membaca Siswa
Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”.
Makalah ini berisikan tentang implikasi taksonomi
bloom dpada kemampan membaca siswa yang akan penulis bahas lebih dalam.
Akhir
kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini.
Jember, 11 juni
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kegiatan
membaca merupakan aktifitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain
melalui sarana tulisan. Jika dalam kegiatan menyimak diperlukan pengetahuan
tentang sistem bunyi bahasa yang bersangkutan, dalam kegiatan membaca
diperlukan diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang
menyangkut huruf dan ejaan.
Kegiatan
membaca merupakan aktifitas berbahasa yang bersifat reseptif kedua setelah
menyimak. Hubungan antara penutur (penulis) dengan penerima (pembaca) bersifat
tidak langsung, yaitu melalui lambang tulisan. Penyampaian informasi melalui
saranana tulis untuk berbagai keperluan dalam abad modern ini merupakan suatu
hal yang tak dapat ditinggalkan. Berbagai informasi entah itu berupa berita,
cerita, ataupun ilmu pengetahuan sangat efektif diumumkan melalui sarana tulis,
baik dalam bentuk surat kabar, majalah, surat selebaran, buku-buku cerita, buku
pelajaran, literatur, dan sebagainya. Dengan demikian, aktivitas membaca
tentang berbagai sumber informasi tersebut akan sangat membuka dan memperluas
dunia dan horison seseorang.
Dalam
dunia pendidikan aktivitas dan tugas membaca merupakan suatu hal yang tidak
dapat ditawar-tawar. Sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan siswa dan
terlebih lagi mahasiswa melalui aktivitas membaca. Keberhasilan studi seseorang
akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauaan membacanya. Bahkan setelah
seorang siswa menyelesaikan studinya, kemampuan dan kemauan membacanya tersebut
akan sangat memengaruhi keluasan pandangan tentang berbagai masalah. Oleh
karena itu, pengajaran bahasa yang mempunyai tugas membina dan meningkatkan
kemampuan membaca siswa hendaknya menaruh perhatian yang cukup terhadap usaha
peningkatan kemampuan dan kemamuaan membaca para siswa. Tes kemampuan membaca
dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif siswa memahami wacana
terulis.
1.2 Rumusan Masalah
a)
Apa pengertian
taksonomi ?
b)
Apakah yang dimaksud
Taksonomi Tujuan Pendidikan?
c)
Apa saja tingkatan
atau level proses kognitif menurut teori Taksonomi Bloom?
d)
Bagaimanakah Taksonomi
Bloom dalam kemampuan membaca?
e)
Bagaimana cara penerapan taksonomi bloom dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia tentang kemampuan membaca?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui
pengertian Taksonomi
2) Untuk
mengetahui Taksonomi Tujuan Pendidikan
3) Mengetahui
tingkatan atau level proses kognitif menurut teori Taksonomi Bloom
4)
Mengetahui
taksonomi Bloom untuk tugas membaca
5)
Mengetahui cara
penerapan taksnonomi bloom dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia tentang kemampuan membaca
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Taksonomi
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan.
Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang
mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan
kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa
skema taksonomi.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh
Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep ini
mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses
informasi,pengetahuan dan keahlian mentalitas.
Ranah afektif meliputi fungsi yang
berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan
dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik.
Ranah
kognitif menggolongkandan mengurutkan keahlian berpikiryang menggambarkan
tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan
yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya
sehungga mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Mengubah teori kedalam
keterampilan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk
inovasi pikirannya.Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi
atau ilmu mengenai konsep itu. Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu
dan konsep jika tanpa terlebih dahulu memahami isinya.
2.2 Taksonomi Tujuan Pendidikan
Proses pembelajaan di kelas merupakan
inti dari kegiatan pendidikan di sekolah sebelum pelaksanaan pembelajaran guru
perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran
tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada siswa. Apabila dalam pengajaran
tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak tahu mana pelajaran yang penting
manapun yang tidak.Taksonomi tujuan pendidikan merupaka suatu kategori tujuan
pendidikan yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskn tujuan
kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Taksonomi tujuan terdiri domain –
domain kognitif, afektif dan psikomotor. Berbicara tentang taksonomi perilaku
siswa siswa sebagai tujuan belajar. Saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari
Bloom (Gulo, 2005)sebagai tujuan pembelajaran yang dikenal dengan dengan
taksonomi Bloom ( Bloom’s Taxson omy). Menurut Bloom perilaku individu dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 ranah, yaitu :
a)
Ranah kognitif; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan
(knowledge), pemahaman ( comprehension ), penerapan (application),penguraian (analysis),
memadukan ( synthesis ), dan penilaian (evaluation);
b) Ranah afektif; ranah yang berkaitan
dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (
receiving/attending ), sambutan ( responding ), penilaian (
valuing ), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi
(characterization); dan
c) .Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan
dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (
set ), peniruan (imitation).
membiasakan ( habitual ),
menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini
merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan
efektivitas pembelajarannya.
2.3 Tingkatan Atau Level Proses Kognitif Menurut Teori Taksonomi Bloom
Taksonomi pendidikan lebih dikenal
dengan sebutan “Taksonomi Bloom”Taksonomi pertama kali disusun oleh Benjamin S.
Bloom dan kawan – kawan pada tahun 1956. Sejarahnya bermula ketika pada awal
tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika,sebagai kelanjutan
kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan – kawan mengemukakan bahwa
presentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di
sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan tersebut
sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berfikir ( menalar, “thinking
behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi.
Bloom,Englehart,Furst,Hill,dan
Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain
kemampuan (intelektual,”intellectual behaviors”) yaitu ranah
kognitif,afektif,dan psikomotor.Beberapa istilah lain juga menggambarkan hal yang
sama dengan ketiga domain tersebut diantaranya seperti yang di ungkapkan oleh
Ki Hajar Dewantoro, yaitu : cipta, rasa, dan karsa. Selain itu juga dikenal
istiah : penalaran,penghayatan,dan pengamalan. Dalam pendidikan, Taksonomi
dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat),mulai dari tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah dari tingkat yang lebih rendah.
2.3.1 Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Cognitive Domain
adalah yang berisi perilaku – perilaku yang menekankan aspek intelektual,
Seperti pengetahuan,pengertian, dan keterampilan berpikir. Ranah kognitif
meliputi fungsi memproses informasi,pengetahuan, dan keahlian mentalis. Ranah
kognitif menggolangkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan
tujuan yang di harapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap – tahap
kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah
pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Mengubah
teori keterampilan terbaiknya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru
sebagai produk inovasi pikirannya.
Bloom membagi
Domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian :
Bagian pertama beruapa pengetahuan (kategori 1) dan bagian ke dua berupa
kemampuan dan keterampilan intelektual (kategori 2-6).
a) Pengetahuan
(Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk
mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola,
urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika
diminta menjelaskan manajeman kualitas, orang yang berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas,karakteristik produk yang
berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dan sebagainya.
b) Pemahaman
(Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk
membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan
sebagainya. Sebagai contoh, orang dilevel ini bisa memahami apa yang diuraikan
dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.
c) Aplikasi
(Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki
kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori di dalam
kondisi kerja. Sebagai contoh,ketika diberi informasi tentang penyebab
meningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di tingkat aplikasi akan
mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish
bone diagram.
d) Analisis
(Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang
akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi – bagi atau
menstukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenalipola
atau hubunganny, dan mampu mengenali serta membedakan factor penyebab dan
akibat dari sebuah scenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang
akan mampu memilih – milih penyebab
meningkatnya reject, membanding – bandingkan tingkat keparahan dari setiap
penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab kedalam tingkat keparahan yang di
timbulkan.
e) Sintesis
(synthesis)
Satu tingkat di atas analisa,
seseorang di tingakat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari
sebuah scenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data
informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai
contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk
menurunkan tinkat reject diproduksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua
penyebab turunnya kualitas produk.
f) Evaluasi
(Evaluation)
Dikenal dari kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, deng[an menggunakan
kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektifitas
atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manager kualitas harus
mampu menilai alternatif solusi yang sesuai untuk di jalankan berdasarkan
efektifitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis .
2.3.2 Affective Domain (Ranah Afektif)
Affective Domain berisi perilaku –
perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap,
apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun Bloom
bersama dengan David Krathwol.
a) Penerimaan
(Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di
lingkungannya.Dalam pengajaran bentuknya berupa perhatian, mempertahankannya,
dan mengarahkannya.
b) Tanggapan
(Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada
dilingkungannya. Meliputi perswetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam
memberikan tanggapan.
c) Penghargaan
(Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu
objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasarkan pada internalisai
dari serangkain nilai tertentu yang diekspresikan kedalam tngkah laku.
d) Pengorganisasian
(Organization)
Memadukn nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik
diantaranya,dan membentuk suatu system nilai yang komsisten.
e) Krakterisasi
Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a value or value Complex)
Memiliki
system nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik
gaya hidupnya.
2.3.3 Psyicomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Psyicomotor Domain berisi perilaku –
perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoprasiakanmesin. Rincian dalam domain ini tidak
dibuat oleh Bloom. tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
a) Persepsi
(Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membatu
gerakan.
b) Kesiapan
(Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan
gerakan.
c) Respon
Terpimpin (Guided Response)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks,
termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d) Mekanisme
(Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga
tampil dengan meyakinkan dan cakap.
e) Respon
Tampak yang Kompleks (Complex overt Response)
Gerakan motoris yang terampil,yang di dalamnya terdiri dari
pola-pola gerakan yang kompleks.
f) Penyesuaian
(Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat
disesuaikan dalam berbagai situasi.
g) Penciptaan
(Origination)
Membuat
pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
2.4 Taksonomi Bloom Dalam Kemampuan Membaca
Pengajaran membaca biasanya dikaitkan dengan ketiga
taksonomi Bloom, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tugas kognitif berupa
memahami bacaaan secara tepat dan kritis, atau berupa kemampuan membaca. Tugas
afektif berhubungan dengan sikap dan kemauan siswa untuk membaca. Sedang tugas
psikomotor berupa aktifitas fisik siswa sewaktu membaca.
Sikap dan kemauan yang merupakan bagian efektif itu
akan sangat mempengaruhi dua aspek yang lain, kognitif dan psikomotor. Dalam
kaitannya dengan pengejaran membaca di sekolah, kita perlu juga “mengukur”
sikap dan kemauan membaca siswa. Penilaian terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan masalah sikap tidak mempergunakan teknik tes, melainkan teknik nontes.
Tehnik yang dipergunakan dapat berupa wawancara, angket, pertanyaan dan
pernyataan dengan skala bertingkat, pengamatan, dan sebagainya.
Pelaksanaan penilaian masalah sikap tersebut tentulah
tidak semata-mata ditujukan pada aktivitas membaca saja, melainkan sekaligus
dengan berbagai aktivitas berbahasa yang lain. Dengan demikian, masalah membaca
hanya merupakan salah satu aspek Dari berbagai aspek yang akan dinilai.
Penilaian terhadap sikap terhadap membaca itu hendaklah dilakukan dalam proses
pengajaran secara berkesinambungan, dan bahkan tidak perlu diikutsertakan dalam
tes sumatif.
2.5 Penerapan Taksonomi
Bloom Dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Tentang Kemampuan Membaca
Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami
informasi yang terkandung dalam wacana. Kegiatan memahami informasi itu sendiri
sebagai suatu aktivitas kognitif dapat dilakukan atau dibuat secara berjenjang,
mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat evaluasi (C6). Adapun
tingkatan-tingkatan tes kognitif yang di maksud dalam tes kemampuan membaca,
antara lain :
1.
Kemampuan membaca tingkat ingatan
Kemampuan membaca
pada tingkat ingatan hanyalah kemampuan sekedar menghendaki
siswa/responden/testee untuk menyebutkan kembali fakta, definisi, atau konsep
yang terdapat di dalam wacana yang diujikan tanpa harus mengerti atau dapat
menilai atau menggunakannya (Ngalim, 2009 : 44). Oleh karena itu, fakta,
definisi atau konsep yang terdapat dalam wacana harus dibaca berkali-kali. Pada
hakikatnya tes tingkat ingatan tersebut hanya sekedar mengenali, menemukan, dan
memindahkan fakta yang ada pada wacana ke lembar jawaban yang dituntut.
Bahan bacaan
yang diteskan tidak harus berupa teks prosa saja, melainkan juga dapat berbentuk
dialog (drama) atau pun teks puisi. Oleh karena sifatnya yang hanya menyebutkan
kembali fakta atau definisi yang ada dalam teks, tes tingkat ingatan ini tidak
begitu disarankan, atau paling tidak dibatasi jumlahnya. Dilihat dari segi
bentuknya tipe tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkap pengetahuan
hafalan atau ingatan adalah tipe tes melengkapi (completion type), tipe isian
(fill-in) dan tipe dua pilihan (true-false).
Contoh :
Pemindahan
unsur-unsur kebahasaan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dapat menimbulkan
pengaruh positif, negatif, dan netral. Pemindahan secara positif terjadi jika
unsur bahasa yang diterima mempunyai kesamaan dengan bahasa penerima dan
menghasilkan penampilan yang benar serta membantu kelancaran komunokasi. Pemindahan
yang bersifat menguntungkan inilah yang disebut pemungutan. Pemindahan yang
bersifat negatif terjadi jika unsur-unsur kebahasaan yang diterima tidak
mempunyai kesamaan dengan bahasa penerima dan menghasilkan tindak berbahasa
yang tidak benar karena terjadi dislokasi struktural, dan menyebababkan
terjadinya ganguan komunikasi yang disampaikan. Pemindahan yang bersifat
negatif inilah yang disebut interferensi. Pemindahan yang bersifat netral
terjadi jika pemindahan unsur-unsur kebahasaan itu tidak memengaruhi kelancaran
atau hambatan komunikasi dalam bahasa penerima.
2.
Kemampuan membaca tingkat pemahaman
Tes pemahaman
ini adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan atau menuntut siswa/testee untuk
dapat memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya dalam
wacana yang dibacanya (Ngalim, 2009 : 44). Pemahaman yang dilakukan pun
dimaksudkan untuk memahami isi bacaan, mencari hubungan antarhal, sebab akibat,
perbedaan dan persamaan antarhal, dan sebagainya.
Penyusunan tes
ini hendaklah tidak dilakukan sekedar mengutip kalimat dalam konteks secara
verbatim, melainkan parafrasenya. Dengan demikian siswa tidak sekedar mengenali
dan mencocokan jawaban dengan teks saja melainkan dituntut untuk dapat
memahaminya. Kemampuan siswa memahami dan memilih parafrase secara tepat
merupakan bukti bahwa siswa mampu memahami bacaan yang diujikan.
Butir-butir tes
kemampuan membaca hendaklah bersifat memaksa siswa untuk benar-benar membaca
dan memahami bacaan. Artinya, jangan sampai terjadi ada suatu butir tes yang
dapat secara tepat tanpa siswa harus membaca wacana terlebih dahulu.
3.
Kemampuan membaca tingkat penerapan
Dalam tingkat
aplikasi atau penerapan, secara umum testee/responden dituntut kemampuannya
untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinyadalam suatu
situasi yang baru baginya. Dengan kata lain, aplikasi adalah penggunaan
abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Absraksi tersebut dapat
berupa ide, teori atau petunjuk teknis (Ngalim, 2009 : 45).
Tes tingkat
penerapan (C3) menghendaki siswa untuk mampu menerapkan pemahamannya (C2) pada
situasi atau hal yang lain yang ada kaitannya. Dalam tes ini siswa dituntut
untuk mampu menerapkan atau memberikan contoh baru. Misalnya tentang suatu
konsep, pengertian atau pandangan yang ditunjuk dalam wacana. Kemampuan siswa
memberikan contoh, demonstrasi, atau hal-hal lain yang sejenis merupakan bukti
bahwa siswa telah memahami isi wacana yang bersangkutan.
4.
Kemampuan membaca tingkat analisis.
Kemampuan ini
menuntut siswa untuk mampu menganalisis atau menguraikan suatu integritas atau
informasi tertentu dalam komponen-komponen atau unsur-unsur pembentuk wacana,
mengenali, mengindentifikasi, atau membedakan pesan dan atau informasi dan
sebagainya yang sejenis. Aktivitas kognitif yang dituntut dalam tugas ini lebih
dari sekedar memahami isi wacana. Pemahaman yang dituntut adalah pemahaman yang
kritis dan terinci sampai pada bagian-bagian yang lebih khusus.
Kemampuan
memahami wacana untuk tingkat analisis antara lain berupa kemampuan menentukan
pikiran pokok dan pikiran-pikiran penjelas dalam sebuah alinea, menentukan
kalimat yang berisi pikiran pokok, jenis alinea berdasarkan letak kalimat
pokok, meneunjukan tanda penghubung antar alinea, dan sebagainya.
5.
Kemampuan membaca tingkat sintesis
Yang dimaksud
dengan sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam suatu
bentuk yang menyeluruh (Ngalim, 2009 : 46).
Dengan kemampuan sintesis seseorang dituntut untuk dapat menemukan
hubungan kausal atau urutan tertentu. Pada tes kemampuan membaca tingkat
sintesis ini menuntut siswa/testee untuk mampu menghubungkan atau
menggeneralisasikan antar hal-hal, konsep, masalah, atau pendapat yang terdapat
didalam wacana. Aktifitas kognitif tingkat sintesis ini berupa kegiatan untuk
menghasilkan komunikasi yang baru, meramalkan, dan meyelesaikan masalah.
Aktivitas kognitif tingkat sintesis merupakan aktivitas tingkat tinggi dan
kompleks. Tes yang diberikan pun menuntut kerja kognitif yang tidak sederhana,
maka pada setiap siswa mampu berpikir atau mengerjakan, tugas-tugas yang
diberikan dengan baik.
Hasil kerja
kognitif tingkat sintesis menunjukan cara dan proses berpikir siswa. Dalam tes
sintesis ini lebih tepat diterapkan tes esai dari pada tes objektif. Tes esai memungkinkan siswa untuk menunjukan
kemampuan berpikir yang kreatif, kemampuan penalaran, kemampuan menghubungkan
berbagai fakta dan konsep, menggeneralisasikan untuk dapat menjawab butir-butir
tes tingkat sintesis. Siswa harus memahami betul masalah yang dihadapuinya.
Oleh karena itu, dalam tes tingkat sintesis dimungkinkan sekali adanya berbagai
jawaban siswa yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
6.
Kemampuan membaca tingkat evaluasi
Kemampuan
membaca pada tingkat evalusai menuntut siswa mampu memberikan penilaian yang
berkaitan dengan wacana yang dibacanya, baik yang menyangkut isi atau
pemasalahan yang dikemukakan maupun cara penuturan wacana itu sendiri.
Penilaian terhadap isi wacana misalnya berupa penilaian terhadap gagasan,
konsep, cara pemecahan masalah bahkan menemukan dan menilai bagaimana pemecahan
masalah sebaiknya.
Seperti halnya
tingkat sintesis, tes tingkat evaluasi menuntut kerja kognitif tingkat tinggi.
Tes tingkat ini sangat baik untuk melatih dan mengukur cara dan proses berpikir
siswa. Oleh karena itu, tes bentuk esai yang memungkinkan siswa berpikir dan
menalar secara kreatif lebih tepat daripada tes bentuk objektif.
Tes esai
tingkat evaluasi memungkinkan siswa menunjukan kemampuan berpikir dan menalar
secara kreatif. Kriteria jawan “betul” ditentukan berdasrkan ketepatan isi,
pengorganisasian (pengungkapan) isi, penyimpulan, kelogisan, alasan, dan
ketepatan bahasa. Oleh karena itu, penilaian terhadap tes esai ini bersifat
sangat kompleks, dan adakalanya sulit dihindarkan unsur subjektivitas penilai.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Taksonomi
berasal dari bahasa Yunani tassein
berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau
prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam,
tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan
menurut beberapa skema taksonomi.
Konsep Taksonomi Bloom
dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang
pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Proses
pembelajaan di kelas merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah sebelum
pelaksanaan pembelajaran guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tujuan pembelajaran tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada
siswa. Apabila dalam pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak tahu
mana pelajaran yang penting manapun yang tidak.Taksonomi tujuan pendidikan
merupaka suatu kategori tujuan pendidikan yang umumnya digunakan sebagai dasar
untuk merumuskn tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Taksonomi tujuan
terdiri domain – domain kognitif, afektif dan psikomotor. Berbicara tentang
taksonomi perilaku siswa siswa sebagai tujuan belajar.
3. Bloom,Englehart,Furst,Hill,dan
Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain
kemampuan (intelektual,”intellectual behaviors”) yaitu ranah
kognitif,afektif,dan psikomotor. Taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan
tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat),mulai
dari tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah dari tingkat yang lebih rendah.
4.
Pengajaran membaca biasanya dikaitkan dengan
ketiga taksonomi Bloom, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tugas
kognitif berupa memahami bacaaan secara tepat dan kritis, atau berupa kemampuan
membaca. Tugas afektif berhubungan dengan sikap dan kemauan siswa untuk
membaca. Sedang tugas psikomotor berupa aktifitas fisik siswa sewaktu membaca.
5. Kemampuan
membaca adalah kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam wacana.
Kegiatan memahami informasi itu sendiri sebagai suatu aktivitas kognitif dapat
dilakukan atau dibuat secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai
dengan tingkat evaluasi (C6). Kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami
informasi yang terkandung dalam wacana. Kegiatan memahami informasi itu sendiri
sebagai suatu aktivitas kognitif dapat dilakukan atau dibuat secara berjenjang,
mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat evaluasi (C6). Adapun
tingkatan-tingkatan tes kognitif yang di maksud dalam tes kemampuan membaca,
antara lain : tes kemampuan membaca tingkat ingatan, pemahaman, analisis,
sintesis dan sintesis.
DAFTAR PUSTAKA
Buchori. 1963. “Teknik Evaluasi, diktat kuliah pada FKIP
Unpad”.
Purwanto, M. Ngalim. 2009. “Prinsif-Prinsif dan Teknik
Evaluasi Pengajaran”. Bandung : Rosdakarya.
Surachmad, Winarno. “Petunjuk Evaluasi Mengajar”, diktat dari
IKIP Bandung.
Anderson, L.W.
& Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka
landasan untuk pembelajaran, pengajaran,
dan asesmen: Revisi taksonomi pendidikan Bloom.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.