prinsip teori
psikologi kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan
mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat
perkembangan atas dirinya sendiri. seseorang memiliki kepercayaan, ide-ide dan
prinsip yang dipilih untuk kepentingannya dirinya sendiri.
Teori kognitif
ini sangat erat hubungannya dan berasal dari teori kognitif dan teori
psikologi. Aspek kognitif mempersoalkan masalah bagaimana orang memperoleh
pemahaman tentang dirinya sendiri dan lingkungannya dan bagaimana mereka
berbuat dalam berhubungan dengan lingkungan meraka dengan menggunakan
kesadarannya. Sedangkan aspek psikologisnya menekankan pada hubungan antara
orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan dan saling berhubungan
secara timbal balik dalam hal belajar , aspek psikologis ini memandang proses
belajar pada seeorang terjadi secara tidak nampak dari luar dan sifatnya
kompleks, karena tingkah laku seseorang tidak dipengaruhi oleh faktor luar
melainkan dipengaruhi oleh bagimana cara-cara bagiamana terjadinya proses
informasi didalam diri sendiri. Psikologi kognitif lebih menekankan arti
penting proses internal atau proses-proses mental manusia. Tingkah laku yang
tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental
seperti motovasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
A. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar
behavioristik, teori belajar kognitif leih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar
tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti
model belajar behavioristik yang mempelajari prses belajar hanya sebagai
hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang
sering disebut sebagai model perceptual. Model belajar kognitif mengatakan
bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Perubahan Belajar merupakan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebaigai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif juga
menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari sistuasi salaing
berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi /materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang
kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan infirnasi,
emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berfikir yang ssangat komplek. Prose belajar terjadi antara
lain mencakup pengaturan stimulus yang diitrerima dan menyesuaikannya dengan
struktur kognitif yang sudah dimiliki dan sudah terbentuk dalam diri sesorang
berdasarkan pemahman dan pengalaman-pengalaman sebelumnnya. Dalam praktek
pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti:
“tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh
j.piaget, advance organizer oleh ausubel, pemahaman konsep oleh bruner, hirarki
belajar oleh gagne, webteacing oleh norman dan sebagainya.
B. Beberapa Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
1.
Teori perkembangan menurut
piaget
Piaget
adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetic, yaitu
suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system saraf.
Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka semakin komplekslah susunan sel
sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat
perkembangan kognitif sebagai suatu yang dapat didefinisikan secara
kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir daya berpikir atau kekuatan mental anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean
Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
1. Tahap sensory – motor, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini
diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2. Tahap pre – operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan
dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3. Tahap concrete – operational, yang
terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif.
4. Tahap formal – operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok
tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan
menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang
dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses,
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima
seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang
tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang disesuaikan
dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga
menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat
terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas
mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar
dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2.
Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner
menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner
meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk,
yaitu: enactive, iconic dan simbolic.
Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan
dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif
adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek–melakukan pengatahuan
tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham
bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun
tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata,
bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran. Pembelajaran
ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini,
anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak
mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon
mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk
menjelaskan dalam kata-kata. Pembelajaran simbolik, ini merupakan
pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti
bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman
tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena
simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam
proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran,
Discoveri learningnya Bruner dapat dikemukakan sebagai berikut
a. Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia,
yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan
pengalaman.
b. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental
manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk
mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
c. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan
dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
d. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis
besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
e. Kreatifitas metaforik dan creative conditioning
yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
3.
Teori
Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi
pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum
belajar yang bermakna, teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak
menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian
tidak banyak bermakna bagi siswa.[1][5]
Berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian
belajar bermakna.
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful
learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan
yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai
ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di
sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur
kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah
dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan
prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut
Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak
harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang
kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa
menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang
ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya
itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia
juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang
penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan
informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa,
sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar
dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh
Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik
itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya.
Belajar
seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan:
1. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih
oleh guru dan harus sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu
peserta didik.
2. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna,
faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab
peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka
tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal
ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan
uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses
belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2
hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh
motivasi.
Dengan
demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat
bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna
daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan
ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
C. Aplikasi Teori
Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar
menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses
internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak pada teori belajar kognitif ini
sudah banyak digunakan. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan
strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan
dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan,
agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya
mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami
perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra
sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika
mendengarkan benda-benda kongrit.
3. Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik
minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5. Pemahaman dan
retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola
atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar
memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7. Adanya
perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
D. Implikasi Teori Balajar Psikologi Kognitif dalam
Pembelajaran
Dalam
perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori
kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan
Teori bermakna Ausubel. Ketiga tokoh teori penting ini yang dapat mengembangkan teori belajar kognitif.[2][8]
Teori
Kognitif Piaget Brunner Ausubel, Proses belajar terjadi menurut pola
tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap:
1. Asimilasi (penyesuaian (peleburan) sifat asli yg dimiliki dng sifat lingkungan
sekitar; 2 Ling
perubahan bunyi konsonan akibat pengaruh konsonan yg berdekatan)
2. Akomodasi (penyesuaian mata untuk menerima bayangan yg jelas dr objek yg berbeda; 3
Antr penyesuaian
manusia dl kesatuan sosial untuk menghindari dan meredakan interaksi ketegangan
dan konflik; 4 Sos
penyesuaian sosial dl interaksi antara pribadi dan kelompok manusia untuk
meredakan pertentangan;)
3. Equilibrasi
Proses
belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaranan
bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Enaktif (aktivitas)
b. Ekonik (visual verbal)
c. Simbolik
Dari
ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda,
namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami
struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur
kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh mana
kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa
arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah
dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari
yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa
mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang
dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal
kosakata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar